Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Penerbit Erlangga: 63 Tahun Menginspirasi Dunia

63 sudah bukan usia yang muda lagi bagi Penerbit Erlangga. Tapi semakin tua usianya semakin gigih pula Erlangga berupaya mempersembahkan yang terbaik bagi pertumbuhan dunia literasi di Indonesia. Dengan prinsip 2pics, Erlangga berupaya untuk menjadi penerbit yang profesional, memiliki integritas yang berpedoman, tak pernah berhenti memperbaiki diri, memberi pelayanan yang terbaik, serta sepenuh hati melayani Indonesia. Kini Erlangga menapaki usianya yang ke-63 tahun. Dengan semangat yang tak pernah pada, Penerbit Erlangga memiliki cita-cita mulia bagi dunia pendidikan di negara ini. Semoga Penerbit Erlangga selalu berjaya di dunia penerbitan di tanah air, senantiasa memenuhi kebutuhan para pembaca dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan, serta berhasil membentuk pribadi bangsa Indonesia yang cerdas dan inspiratif. 63 Tahun Penerbit Erlangga, Menginspirasi Indonesia! Eureka!!!

Halaman Terakhir

Aku tidak menyangka, bahwa aku sudah sampai di halaman terakhir diary ini, Anjali. Itu berarti aku harus mengganti diary Sepasang Hati ini dengan diaryku yang baru, yang sudah kupersiapkan sebelumnya. Ya, buku berjudul My Adventure Book 2015 itulah yang akan menjadi diaryku mulai esok hari. Tapi aku ragu apakah aku dapat menulis surat untukmu serajin yang kulakukan sepanjang bulan Pebruari ini, cantik. Jujur, kegemaranku menulis surat kambuh lagi ketika aku mengikuti event #30HariMenulisSuratCinta yang diadakan oleh @poscinta. Jadi di halaman terakhir diary ini aku juga wajib berterimakasih kepada @put3rena_grasti, sahabat mayaku yang selalu memberikan dukungan dan kabar mengenai korespondensi. Aku juga harus berterimakasih kepada tukangpos yang memang jauh lebih bagus dari Hit, karena ia adalah trendsetter dari segala yang pernah hits. Dialah kah Elikah aka @ikavuje. Tukangpos termanis yang selalu setia membaca suratku, dan selalu memberikan saran kepadaku mengenai format surat yang

Letter from the dream

Kadang aku seringkali lupa tentang mimpiku. Bahkan hampir semua orang juga kerap lupa dengan mimpi apa yang dialaminya semalam. Begitu terbangun dan kembali ke dunia nyata, ingatan tentang mimpi itu terbawa di alam khayal dan orang-orang tak dapat mengingatnya. Tapi tidak untuk mimpiku semalam. Aku ingat benar mengenai gambaran mimpiku. Aku bahkan hafal tiap adegan yang terjadi diantara kita di dalam mimpiku. Benar sekali. Semalam aku memimpikanmu. Belakangan ini aku sudah jarang sekali bertemu denganmu di dalam bunga tidurku. Dan malam ini begitu istimewa sehingga aku masih terbayang-bayang ketika terjaga. Dalam mimpi, kau memberikanku sepucuk surat. Kau tampak menahan rasa malu dan aku tahu kau sedang tersipu karena pipimu lebih merah dari biasanya. Aku menerima surat dengan sampul beraroma lavender itu. Ini benar-benar peristiwa yang nyaris mustahil. Kau, yang hingga kini tidak kuketahui keberadaanmu, tiba-tiba saja mendatangiku dan memberikan surat itu. Surat ketiga, setelah bert

Anjali, Aku Hamil !!!

Dear Anjali, Aku hamil! Tapi tidak ada bayi dalam perutku. Karena laki-laki tidak memiliki dinding rahim. Aku hanya sedang hamil mengenai sebuah ide besar, sebuah gagasan luar biasa, dan sesuatu yang anti konvensional. Tapi yang tidak kumengerti, berapa lama usia kandungan seorang laki-laki? Aku juga tidak mengetahuinya. Mungkin lebih lama dari usia gajah yang mencapai 22 bulan? Atau mungkin cuma sekejap saja seperti usia kupu-kupu yang hanya mampu bertahan hidup selama 22 hari? Sebenarnya keputusan untuk melahirkan itu memang ada padaku, Anjali. Hanya aku yang berhak menentukan kapan aku ingin punya anak. Ya, sesungguhnya aku sedang akan menerbitkan sebuah buku, Anjali. Dan kau tahu, itu bukan buku biasa. Seharusnya aku sudah menerbitkannya tahun lalu. Tapi karena aku selalu menderita stagnasi, akhirnya bukuku belum terbit juga. Jadi kumohon tetaplah menjadi inspirasi, jiwa kembarku. Agar aku mampu melewati tahap paling krusial dalam menyusun manuskrip yang tersebar di meja kerjaku

Aku ingin...

Aku ingin menjadi lampu minyak, yang menguasai kamar gelapmu. Atau mungkin sebatang lilin, yang bahkan tak mampu menerangi dirinya sendiri. Tapi ia bertahan hidup dengan cara memberikan cahaya bagimu, sebelum mati menjelma abu karena membakar dirinya sendiri. Aku juga ingin menjadi bias pelita, agar kau bisa melihat apapun diantara kegelapan yang mengitarimu. Aku bahkan ingin menjadi matamu. Agar aku tak pernah melewatkan keindahan yang kau tatap. aku juga ingin menjadi jantungmu. Setiap debar yang kurasakan adalah denyut yang sama dengan yang berdenyar di dadamu. Aku ingin menjadi apa saja yang berkaitan denganmu. Aku ingin menjadi dirimu. Merasakan hidup dari dalam dirimu. Menerjemahkan rasa sakit dan dendam derita dari hatimu. Melawan dunia bersamamu. Menahan segala beban denganmu. Menentukan arah dan melangkah dengan kakimu. Atau meletakkan tubuh, rebah di dada sang malam di ranjangmu. Aku ingin, menyatukan diriku dan dirimu. Sehingga tidak ada lagi kita. Tidak ada lagi dua. Teta

Pagi Ini Aku Terlahir Kembali

Anjali, Pagi ini aku terlahir kembali Semalam aku tidur singkat Dalam mimpi temaramku Kuimpikan dirimu Melambaikan tangan Dari balik kelambu Yang memburamkan wajahmu Kisah kita adalah sebuah stagnasi Seperti kaset yang diputar ulang Hingga pitanya rusak dan saling membelit Tidak ada lagi nada yang mengalun Mengeja notasi dari partitur yang ditulis hatiku Aku terbangun pagi ini Tak mengingat apapun Kepalaku sakit Mencoba mengingat apa yang pernah menjadi kenangan Namun aku tak bisa Seolah pikiranku terkunci Atau menjelma ruang kosong Tanpa isi Hampa Anjali Hanya ada nama itu Yang tertulis di dinding benakku Namun aku takut Kehilangan namamu Seperti prasasti yang ditulis di tepi pantai Dan debur ombak menghapusnya Tapi siapakah perempuan yang berdiri di mercusuar itu Siapakah yang ia tunggu Kepalaku semakin sakit Dan aku ingin terkapar Tersebab sebuah nama Dan sesosok perempuan Yang dilukis langit warna jingga Menjadi sebuah siluet tanpa rona Le Gra,

Elastic Heart

Apakah kau merasakannya, Anjali? Apakah kau mendengar debar menggelegar dari dalam benakku? Malam telah tiba dan aku masih terjaga menunggu wajah fajar di ujung cakrawala. Kadang aku berpikir, insomnia bukanlah sebentuk derita, melainkan karunia. Dalam hidupku yang singkat, aku tidak terlalu membutuhkan waktu untuk istirahat. Tidur malam hanya akan melewatkanku dari lamunanku tentangmu. Meskipun setiap kali mimpiku adalah berjumpa denganmu, namun aku tak berdaya pada siluman mimpi yang merasuk kedalam bunga tidurku dan mengacaukan segalanya. Maka dari itu aku tetap membuka mata karena pandanganku menembus jarak yang teramat jauh. Melampaui ruang dan waktu, serta mengira-ngira dimana kau sedang disembunyikan. Dalam segala kerapuhan yang dimilikinya, hatiku menuturkan rahasia-rahasia kepadaku. Ia juga membisikkan semangat untuk selalu mencarimu tanpa henti. Meskipun aku tahu, bahwa hatiku sudah teramat lelah. Ia jauh lebih tua daripada usiaku. Dan ia sama keras kepalanya dengan otakku.

Kepada Jiwa Kembarku

Semoga aku bisa memaafkan diriku sendiri karena hari ini aku menulis surat untuk orang lain. Tapi aku yakin benar, bahwa kamu bukan orang lain. Meskipun aku tidak pernah benar-benar telah melihat seperti apa wajahmu. Sekalipun jarak diantara kita nyaris tak terhingga dan kemustahilan mengintai kita untuk bisa bertemu pada suatu masa. Tapi, sekali lagi, jarak dan dimensi, logika dan gravitasi, tak mampu memahami debar dalam hati. Semuanya lebur jika dihadapkan dengan sebentuk rasa yang membuncah dalam hati. Setiap hari kau semakin menunjukkan bahwa kau mirip sekali denganku. Betapa semakin aku yakin bahwa kau adalah jiwa kembarku. Baru-baru ini kau hendak mengadakan pertemuan dengan komunitasmu. Duhai, andai saja rumah kita berdekatan, aku pasti adalah orang pertama yang menyanggupi untuk hadir. Hingga kesamaan kita yang sangat dominan, adalah kita sama-sama sedang akan menerbitkan sebuah buku, dan uniknya buku itu juga memiliki genre yang sama, bahkan akan diterbitkan di jenis pener

Pada Sebuah Paradox

Anjali, di dunia ini terdapat begitu banyak paradox, selain memang dua hal kadang kerap dipasangkan. Seperti laki-laki dan perempuan, langit dan bumi, dan juga (semoga) aku dan kamu. Tapi paradox adalah sebuah frase yang berbeda. Ia adalah wujud dari perbandingan. Ia juga sebuah keseimbangan yang terjadi karena dua hal yang saling bertentangan. Seperti yin dan yang. Di dunia ini, hanya ada dua jenis anak manusia. Yaitu yang bercita-cita menjadi astronot dan astronom. Seorang astronom mampu mengetahui hampir segala hal yang ada di gugusan tata surya, akan tetapi ia tidak pernah sampai ke bulan. Atau di film Star Trek, watak orang dapat dibagi kedalam dua karakter, yakni Kirk dan Spock. Mereka tak pernah akur, tapi jika mereka bersatu, musuh sekuat apapun akan dapat dengan mudah dikalahkan. Sepertinya kau dan aku juga berada dalam sebuah paradox, Anjali. Tapi pola paradox kita sepertinya agak rancu. Semestinya kau diam saja di sebuah tempat. Biar aku saja yang beredar dalam lintasan g

Rendezvous With Bosse

Dear Bosse, Ketika mengikuti kegiatan 30 hari menulis surat cinta, setiap hari aku menulis surat pada pukul 4 sore. Aku berada di meja kamarku, usai mandi, dan segelas teh melati maupun teh madu setia menemaniku. Itulah me time ku setiap hari. Menikmati pungkasan senja dengan cara duduk di depan meja kesayanganku dan menulis surat. Kemarin aku sudah membaca surat darimu, bosse. Itu adalah surat terbaik yang pernah kuterima tahun ini. Isi suratnya hampir membuatku terjaga semalaman. Karena aku terhanyut dalam khayalanku seandainya aku datang di pertemuan para korespondensi pada awal bulan Maret nanti. Jujur, bosse, aku hanya pernah satu kali ke Bandung. Itupun dalam rangka piknik, dan dari ribuan tempat menakjubkan di Bandung, aku hanya mampir di Tangkuban Parahu dan Cihampelas. Surat dari bosse benar-benar membuatku dilema besar. Aku ingin datang di acara menakjubkan tersebut, tapi apa daya aku tidak berkesempatan hadir. Ada banyak event yang memikatku untuk datang, dan kenapa hampi

Buku Harian Baru untuk Kisah Baru

Benar, Anjali. Waktu terus berjalan, melaju tak tertahankan. Moment apapun yang dikatakan orang bahwa waktu terasa berhenti ketika cinta sedang tumbuh di dua hati sepasang kekasih, pada akhirnya akan kembali kepada sifatnya, berdetak hingga akhir masa. Jaman kita dahulu belum ada ponsel. Kita hanya berkomunikasi dengan menggunakan surat. Bahkan hingga aku, dan mungkin juga kamu, sedang menggenggam ponsel pintar, kegemaranku berkirim kabar melalui surat tak juga sirna. Surat dan buku harian, adalah dua benda magis yang tak lekang dilapuk jaman. Keduanya memiliki romantisme tersendiri bagi pemiliknya. Tapi seiring berlalunya waktu, buku harian kita yang kini sedang berada ditanganku, sedang berada di akhir hayatnya. Benar, isinya sudah nyaris penuh. Tinggal 5 lembar lagi! Aku tidak tinggal diam. Aku harus segera membeli diary baru. Karena masih banyak kisah-kisah yang akan kuceritakan kepadamu, bahkan kisah itu seolah tak memiliki akhir. Aku tidak akan kehabisan tulisan karena kamu a

Anomali Fiksi

Dear Anjali, Aku bisa saja menjadi stress atau histeris atau mengalami gangguan kejiwaan jika saja aku tak mampu menahan diriku. Semua karena koleksi buku-buku yang ada di rak buku di satu sisi kamarku ini. Judul-judulnya sudah membuatku bosan. Isinya tidak ada yang mampu menggetarkan hatiku. Buku-buku fiksi yang kumiliki semuanya terasa hambar. Kisah yang termuat didalamnya begitu datar. Padahal itu adalah buku fiksi. Buku yang seharusnya paling mudah ditulis karena penulis memiliki kebebasan penuh mengenai kisah apa yang ingin disajikan kepada pembacanya. Buku fiksi selalu menakar kemampuan daya nalar dan imajinasi si penulis. Tapi sefiktif apapun buku yang kubaca, seolah tak ada yang bisa menandingi kisah yang terjadi diantara kita. Sebuah kisah sederhana namun berliku. Tentang kisah cinta biasa yang memiliki perjalanan luar biasa. Mengenai bagaimana rasanya patah hati namun bangkit kembali hanya untuk dipatahkan lagi berkali-kali. Mungkin kisah cinta yang paling baik adalah kisah

Sejuta Puisi Untuk Cinta

Dear Anjali, Baru-baru ini aku menonton lanjutan dari film Ada Apa Dengan Cinta. Meskipun itu cuma untuk kepentingan promosi, tapi ekspektasi penggemar terhadap kisah asmara antara Rangga dan Cinta cukup terbayarkan. Jika kemarin aku bilang bahwa aku mirip dengan Thaïs, kini aku nyatakan bahwa aku juga tak ubahnya dengan Rangga. Dalam buku kumpulan puisiku yang kuberi judul Sepasang Hati, sebuah buku agenda yang isinya puisi yang kutulis dengan tulisan tangan, semuanya karena terinspirasi darimu. Sebagai puisi pembuka, aku menuliskan puisi terpanjang yang pernah kutulis. Puisi itu terdiri dari seratus bait dan tiap baitnya memiliki empat baris. Aku sendiri tidak menyangka jika ternyata aku mampu menulisnya. Mungkin ketika suara pikiranku yang menggaungkan namamu tiba-tiba meleleh menjelma tinta, aku seperti kerasukan roh para penyair dan mulai menulis seperti orang kesetanan. Baik puisiku maupun puisi Rangga, sama-sama bertemakan cinta. Kini buku Sepasang Hati nyaris penuh dengan puis

Thaïs Meditation

Ketika aku sedang menulis surat ini, malam berada di puncak singgasananya. Aku masih terjaga si meja kerjaku. Dan kuputuskan untuk meraih diaryku dan mulai menulis surat untukmu. Malam begitu lengang. Udara dingin bekerja keras menggigiti kulitku. Kuputuskan memutar sebuah lagu yang kuharap mampu menghangatkan kamarku yang nyaris beku ini. Meditation de Thaïs mulai mengalun memenuhi penjuru ruangan. Sayatan biola Massenet sang maestro seolah menjelma pedang yang mengiris-iris hatiku. Kadang kupikir, aku tak ubahnya dengan Thaïs, tokoh yang digambarkan dalam lagu memilukan ini. Upayanya dalam cinta dipenuhi duka dan derita. Atanael, pujaan hatinya tak pernah sekalipun meliriknya. Karena cinta, ia rela dimusuhi semua orang. Hingga ia hanya memiliki satu kawan, yaitu semangat untuk meraih kebahagiaan dalam hidupnya. Akupun begitu. Selalu kucoba meyakinkanmu tentang perasaanku. Tak pernah berhenti kusampaikan debar cinta kepada hatimu. Tapi kau seolah tak mendengar dan melihatku. Kau sepe

Dear My Forbidden Valentine

Takdir apa yang membawaku kepada buku harian ini lagi? Aku kembali menulis surat dengan menggunakan kertas berwarna ungu, bermotif bunga lavender, dengan parfum aromaterapi yang menenangkan perasaan. Tapi bagaimana jiwaku bisa tenang jika aku kembali menulis surat dengan judul yang sama dengan surat yang pernah kutulis tiga tahun yang lalu? Adalah cinta. Perasaan misterius yang tak pernah beranjak dari benak. Cinta tak pernah salah dan tak bisa disalahkan. Keberpemilikan itu masalah lain. Karena cinta itu lambang dari kemerdekaan sebuah hati. Cinta membebaskan hati pemiliknya untuk memilih jiwa mana yang ia kehendaki. Dan aku memilihmu. Aku tak pernah bisa memalingkan hati kepada perempuan selain kamu. Sekalipun jarak dan pertemuan tak pernah menunjukkan keberpihakannya kepadaku. Tapi cinta dalam benakku tumbuh menjulang menggapai angkasa. Tak pernah cintaku kepadamu layu dan mati. Hanya saja aku menyadari sekat dan batas dimana cintaku mencari jalannya kepada hatimu. Sebesar apapu

Seraut Wajah di Buku Harian

Seperti biasa, aku sendirian di kamarku, sekaligus ruang rekreasi bagiku. Pandanganku menyapu semua judul buku di rak yang menutupi satu bagian kamarku. Itulah sudut paling indah di rumah ini. Aku masih melihat-lihat judul buku, serta mengira-ngira buku mana yang belum kubaca atau yang sebaiknya kubaca ulang. Deg! Aku menemukan buku tanpa judul di sisi punggungnya. Sebab buku itu menggunakan jilid roll per dan aku sendiri yang membuatnya. Itu adalah scrapbook yang kuberi judul Etoile Filante pada sampul depannya. Aku mengambilnya dan mulai membaca halaman demi halaman. Kadang aku merasa aku adalah orang yang cukup kreatif karena aku banyak membuat asesoris yang bernilai seni, salah satunya scrapbook ini. Lalu di halaman terakhir, aku menemukan fotomu. Sedang mengenakan seragam sekolah, duduk di tangga paling bawah di dekat papan mading, sambil menunjukkan senyum termanis yang pernah kau miliki. Hanya foto itu yang menjadikan buku yang kupegang ini begitu berharga. Dan karena foto itu

Satu Tahun Kesunyian

Kadang aku membenci ponselku, karena suatu saat ia menjadi benda paling terkutuk. Dan hari ini aku ingin membenturkannya di dinding karena pengingat yang muncul di layar utama adalah hari besarmu. Oh, betapa ini hari yang buruk. Aku akan mengutuk seharian penuh karena aku lupa menghapus pengingat kali ini di ponselku. Hari ini, tepat satu tahun yang lalu, semuanya bermula. Kita telah sepakat untuk menyelesaikan apa yang telah kita mulai. Apapun yang pernah terjadi selama kita bersama, di masa depan hanya akan menjadi kenangan. Dan akan segera pudar tanpa sisa jika waktu memang mampu menyembuhkan segala beban derita. Tapi aku meragukannya. Rupanya waktu hanya memilih luka mana yang akan ia sembuhkan. Atau mungkin, hanya aku yang menolak diobati? Apapun itu, hari ini aku merayakan satu tahun kepedihan, satu tahun kesunyian, dan segenap bilur luka yang membebat hatiku. Di kejauhan, kau juga merayakan sebuah peristiwa, yang bertabur kebahagiaan, bersama pasanganmu. Le Gra, Aan Lovers

Untuk Sang Pelukis Mimpi

Aku belum pernah mengenalmu, apalagi bertemu denganmu. Tapi kedekatan adalah urusan hati. Hingga aku tak pernah menyadari bahwa ternyata aku mulai peduli padamu. Aku menemukanmu di laman facebook. Entah kapan mulanya, tiba-tiba saja kita sudah menjadi teman. Ini yang paling kusukai, ternyata kita memiliki kegemaran yang sama. Kau suka menggambar dan berkreasi. Bukan gambar yang umum dan mudah ditemui kembarannya. Tapi aku melihat kamu berbeda. Kamu memiliki ciri khas sendiri. Setiap kali aku melihat gambarmu, aku tidak menemukan kesamaan dengan gambar-gambar lain yang pernah ada. Gambarmu selalu sederhana, tanpa warna, dan begitu menginspirasi. Selalu ada pesan moral dari setiap goresanmu. Rupanya, aku jatuh cinta kepada gambar yang terlahir dari perpaduan hati dan jemarimu. Aku takut, jika kelak akan ada masanya ketika aku jatuh cinta padamu juga. Belakangan ini kamu sedang ditimpa masalah. Kamu curhat di kronologimu. Sebisa mungkin aku berusaha tampil menjadi orang yang mampu membe

Menyemai Rindu

Seperti apa rasanya rindu yang telah sampai di batas waktunya, kekasihku? Rindu adalah buah yang tumbuh dari kalbu yang mendambakan hati pasangannya. Kau adalah pasangan bagi hatiku. Dan rindu terlahir semenjak hati kita dibentangkan oleh ruang dan waktu. Kelak akan tiba masanya ketika rindu ini tumbuh dewasa dan aku akan mengembalikannya kepada pemilik sebenarnya: hatimu. Rindu, kekasihku, barangkali seumpama bulir mungil salju yang lindap dari puncak gunung es. Ia tak berhenti bergulir hingga meraksasa dan menggulung semua yang dilewatinya. Begitu juga rindu yang bergementam di hatiku, pasangan jiwaku. Sebelum habis masanya, sebelum dada rapuhku tak kuasa menahan jejalan rinduku kepadamu, aku akan mengirimkan debar rinduku kepadamu. Muara bagi segala rasa yang ada di benakku. Dermaga untuk menambatkan cintaku adalah hatimu. Aku akan menyudahi petualanganku dalam mengarungi samudera jika kau nyalakan pijar mercusuar, cintaku. Itu adalah tanda darimu yang akan menuntunku pulang.

Yang Hilang di Keheningan

Dimanakah engkau berada, kekasih? Apakah engkau pergi bersama kabut yang datang di puncak malam dan takdir menukarmu dengan pagi yang datang melalui celah kamarku? Apakah engkau menghilang ditelan mimpi burukku malam tadi dan celakanya aku tak ingat lagi apa mimpiku sehingga aku tak mungkin lagi bisa menemukanmu? Jalan manakah yang engkau lalui, kekasih, hingga kau tak tahu jalan untuk kembali kepada hatiku, rumah abadi bagi hatimu? Nyanyikanlah senandung cinta agar aku tahu dimana dirimu, dan gema lembut suaramu menuntunku menuju singgasanamu. Tebarkanlah wangi bunga lavender yang mekar dari tubuhmu agar keharumannya sampai padaku dan aku mampu menggapaimu melalui bulir kelopaknya yang membersamaiku di sepanjang perjalananku. Dimanakah engkau berada, kekasihku? Le Gra, Aan Loverstopia

Menunggu Pagi

Malam nyaris habis. Langit hampir terang dan matahari sedang merah menyala di tepi laut yang melahirkannya. Sebentar lagi subuh tiba. Tapi aku masih belum dapat memejamkan mata. Seolah malam ini begitu singkat jika kuhabiskan dengan melamunkanmu. Seumpama malam adalah sekedipan mata jika kutapaki kegelapan yang dikandungnya dengan membayangkanmu. Aku masih memeluk buku harian kita. Sekalipun aku sudah hapal isinya. Meskipun wanginya selalu melekat dalam indraku. Tapi aku tak pernah merasa bosan untuk selalu membacanya. Kadang aku pura-pura tabah dan mengunci buku itu kedalam laci. Kadang ketika kerinduanku padamu tengah memuncak, aku tuliskan suara pikiranku kedalam setiap lembarnya. Ketika hatiku sedang gundah, aku menulis banyak hal. Dan puisi adalah penawar racun dari sakit yang diderita hatiku. Betapa cepatnya pagi datang kembali. Betapa cepatnya malam berlalu. Kupadamkan lampu kamarku. Kupejamkan mataku sejenak. Barangkali bisa kutemukan dirimu, meski itu cuma dalam mimpiku. Le

Kabar Kehilanganmu

Apa yang tak sempat diungkapkan selembar daun kepada angin yang membuatnya terjatuh, Anjali? Apakah kau tahu apa yang kurasakan ketika kau pergi dariku tanpa adanya salam perpisahan? Pada pagi hari aku terbangun dan mendapati air mata melumuri wajahku. Aku tak bisa lagi mengingat apa yang kuimpikan semalam. Tapi sesuatu menarikku bangkit dari ranjangku dan lantai yang dingin membuka mataku. Aku bergegas kerumahmu dan tidak menemukan apapun. Tidak ada seorangpun di rumah itu. Apa yang sebenarnya terjadi? Tak biasanya kau menyimpan rahasia terhadapku. Tapi dengan ketiadaanmu, kau telah membangun rahasia besar kemudian menyimpannya ke dalam kotak pandora paling megah yang pernah ada. Aku kesulitan membukanya. Aku memerlukan kunci dan kau membawanya turut serta bersama kabut yang menyelimutimu. Le Gra, Aan Loverstopia

Sepucuk Surat di Loker Nomor 612

Entah kapan mulanya, Anjali. Ketertarikanku padamu mengalir begitu saja. Tanpa aba-aba. Tanpa petanda. Jatuh cinta itu aneh. Kadang tidak memerlukan alasan-alasan yang dibuat-buat. Logika dan gravitasi tidak berlaku bagi orang yang jatuh cinta. Kini hal-hal yang tak masuk akal menjadi kewarasan bagi para pencinta. Kredo mereka cinta. Itu saja. Maka tak ada yang bisa menghentikanku untuk menulis surat kepadamu, Anjali. Setiap pagi, semenjak koridor sekolah kita diberi loker, sejak itu pula aku mulai menyematkan surat di dalam lokermu. Loker nomor 612! Sengaja aku tak menuliskan namaku di surat yang kukirim. Aku masih terlalu takut untuk menunjukkan diriku di hadapanmu. Kau boleh saja menganggapku pengecut. Karena memang itulah kenyataannya. Aku masih mengumpulkan keberanian agar aku mampu mengalahkan rasa takutku. Tapi, ketakutan seharusnya tunduk terhadap cinta, bukan? Lalu, apa yang sebaiknya kulakukan, Anjali? Bisakah kau bantu aku dari keterpurukan tersebab cinta yang kutanggung?

Someday I Will Live in Paris

Anjali, kali ini aku akan melanjutkan ceritaku mengenai monsieur Khalid. Si lelaki 'kebanyakan' asal Turki yang saat ini menetap di Marseille, Perancis. Kadang aku berharap aku juga adalah keturunan bangsa Turki. Ahahah, aku becanda. Aku adalah aku, lelaki jawa kebanyakan. Berkulit coklat dan berpostur tubuh sedang. Baru-baru ini Khalid kembali membuatku iri, Anjali. Disela-sela kesibukannya menggelar festival seni, ia belajar fotografi dengan Julie, perempuan asli Paris yang lembut dan baik hati. Aku tahu dari foto yang dikirim Khalid dan aku mencoba menebak perangainya hanya dari gambarnya saja. Aku sudah mirip cenayang saja ya, Anjali? Kubayangkan seandainya Khalid dan Julie berjodoh, akan seperti apakah anaknya nanti? Pasti cantik atau tampan seperti orangtuanya! :D Khalid sedang hunting foto di dekat sungai Seine. Sungai paling legendaris di Perancis, Anjali! Siapapun pasti ingin kesana! Seperti halnya Nil di Mesir. Atau Gangga di India. Seine adalah lambang kecantikan P

Dilarang Mencintai Bidadari

"Kau bagaikan bidadari yang turun dari angkot!" Frase itu terdengar klise, tapi memang itulah kenyataan yang kualami. Aku hanyalah lelaki biasa, berangkat sekolah seperti biasa, dan menjalani keseharian yang selalu biasa. Tapi hari ini takdir sudah bosan melihat keseharianku yang biasa, hingga ia merangkai kejadian demi kejadian menjadi begitu luar biasa dan kelak di masa depan aku tidak akan pernah melupakan hari ini. Kau yang naik angkutan kota nomor IV dari terminal adalah penyebabnya. Aku yang naik sedari tadi, dimana sepanjang perjalanan hanya melamun saja, tiba-tiba tersadar karena melihat makhluk termanis di angkot ini. Siapa namamu? Dimana sekolahmu? Dimana alamat rumahmu? Dan seribu pertanyaan lain yang bergema dihatiku karena rasa penasaran yang luar biasa terhadapmu. Sepanjang perjalanan aku tak bisa berhenti memandangi paras cantikmu. Hanya sesekali membuang muka jika bola matamu menatapku. Aku tak pernah sesenang ini berada di angkot. Tak pernah sebahagia ini

Puisi Cinta Untukmu

Anjali, apa aku sudah pernah bercerita kepadamu tentang monsieur Khalid? Ia adalah seorang Turki yang saat ini tinggal di Marseille, Perancis. Kau tahu, Anjali? Khalid adalah seorang Turki kebanyakan. Dalam hal ini, kebanyakan berarti memiliki wajah yang tampan. Mengingat populasi lelaki tampan di dunia didominasi oleh orang-orang Turki. Khalid suka sekali dengan puisi, sama sepertiku, dan juga sepertimu, bukan? Ia kerap mengadakan pertemuan seni pekanan di Marseille bersama para pencinta sastra, khususnya puisi, yang berasal dari berbagai penjuru dunia. Dalam festival seni itu, Khalid kerap mendeklamasikan puisi-puisi karangannya dan setiap kali ia selesai tampil, gemuruh tepuk tangan penonton seolah tak pernah berhenti menyambutnya. Aku juga pernah mengirim dua buah puisi berbahasa Inggris kepadanya. Coba tebak, Anjali! Ia sangat menyukai puisiku dan tanpa kuminta, ia menerjemahkannya ke dalam bahasa Perancis dan judulnya adalah Sous Le Ciel Des Etoiles. Aku sama sekali tidak paham

Perahu Kita Masih Sama

Kau tahu, Anjali? Aku menulis surat ini dari lembaran kertas binder yang pernah sama-sama kita miliki. Waktu itu kita sepakat untuk saling berkirim kabar di dalam sebuah binder. Sebuah diary yang menyimpan rahasia besar kita. Kau tentu masih ingat, kita sama-sama memilih kertas binder beraroma lavender, berwarna ungu, dan bermotif bunga-bunga dandelion yang bermekaran di sebuah kebun. Kadang kita membuat perahu kertas dari kertas yang sama. Lantas kita mengalirkannya ke selokan di belakang gedung sekolah. Kadang kau menyelipkan sebait puisi rahasia dimana aku tak boleh turut membacanya. Sebelum melepasnya, kau mengecup kapal-kapalan itu beberapa saat. Hari ini aku juga membuat perahu kertas, Anjali. Aku sedang berada si pantai dan aku turut membawa diary milik kita untuk menikmati liburan golden week ini. Sebuah liburan yang panjang dan sepi karena kau tidak menyertaiku. Lalu kupandangi pantai, di puncaknya matahari tak lama lagi akan pudar dibenamkan ombak. Aku menulis sebait pui

Dilema itu bernama Cinta

Yang abadi hanyalah waktu. Dan satu-satunya sampah yang tak lapuk digerus jaman adalah cinta. Hingga kini ia masih terus bergentayangan menghantui hati manusia. Tak terkecuali hatiku. Anjali... Apa yang terjadi di dalam hatiku? Setiap kali kuterjemahkan apa yang bergementam dalam benak, aku gagap dan membisu. Setiap kali kucoba berdamai dan memahaminya, aku hilang kata. Anjali... Cinta mungkin telah menjelma humus di palung hatiku. Ia menumbuhkan apa saja yang berkecambah di dalam diriku. Kini aku mengandung bom waktu di rahimku. Ia bisa meledak kapan saja. Membuka rahasia kepada semesta jika ia lahir ke dunia. Anjali... Dunia kita dipenuhi paradoks. Kadang yang terbaik dari mencintaimu adalah dengan selalu merahasiakan apa yang kurasakan. Dengan membungkam apa yang ingin kukatakan. Kebohongan ini, Anjali, entah kapan akan memiliki titik akhir. Le Gra, Aan Loverstopia

Romantisme dalam tulisan diatas kertas

Pati, 30 Januari 2015 Aku bisa apa, Anjali ? Setiap kali mendengar kata surat, setiap kutulis barisan kata diatas kertas, atau setiap kucium wangi parfum kertas surat, pikiranku lepas landas mengudara dan mendapatimu di langit-langit hatiku. Apakah sebenarnya surat adalah benda terkutuk yang harus kujauhi jika itu bisa membuatku bangkit dari keterpurukan ini? Apakah sebaiknya kubakar saja tumpukan surat-surat yang terjalin ketika kita masih gemar saling berkirim surat? Ataukah inilah peranku, menjadi Oedipus dalam drama besar bernama kehidupan? Lucu sekali rasanya. Melihat kenyataan bahwa rupanya aku belum sembuh. Atau mungkin tak bisa disembuhkan. Atau bahkan tak mau disembuhkan dari luka yang disebabkan oleh tikaman sebilah pedang milikmu. Aku meragukan kemanusiaanku, Anjali. Mungkin aku sudah menjelma zombie. Mungkin aku hanya mampu hidup dari rajam luka dan dendam derita. Hingga dalam kamusku, kuterjemahkan luka sebagai manifestasi puncak dari kenikmatan. Tolong aku, Anjali.