Dear My Forbidden Valentine
Takdir apa yang membawaku kepada buku harian ini lagi? Aku kembali menulis surat dengan menggunakan kertas berwarna ungu, bermotif bunga lavender, dengan parfum aromaterapi yang menenangkan perasaan.
Tapi bagaimana jiwaku bisa tenang jika aku kembali menulis surat dengan judul yang sama dengan surat yang pernah kutulis tiga tahun yang lalu?
Adalah cinta. Perasaan misterius yang tak pernah beranjak dari benak. Cinta tak pernah salah dan tak bisa disalahkan. Keberpemilikan itu masalah lain. Karena cinta itu lambang dari kemerdekaan sebuah hati. Cinta membebaskan hati pemiliknya untuk memilih jiwa mana yang ia kehendaki.
Dan aku memilihmu. Aku tak pernah bisa memalingkan hati kepada perempuan selain kamu. Sekalipun jarak dan pertemuan tak pernah menunjukkan keberpihakannya kepadaku. Tapi cinta dalam benakku tumbuh menjulang menggapai angkasa. Tak pernah cintaku kepadamu layu dan mati.
Hanya saja aku menyadari sekat dan batas dimana cintaku mencari jalannya kepada hatimu. Sebesar apapun tekad jiwaku dalam menginginkanmu, setinggi apapun hatiku mencoba mendekatimu, tak akan pernah mampu aku menggapaimu. Sebab diantara kita berdiri dinding, meski setipis benang sarang laba-laba, tapi pembatas itu begitu kuat tak terhancurkan.
Pada akhirnya, cinta yang mulia adalah cinta yang mengikhlaskan. Cinta sejati adalah turut bahagia melihat jiwa dambaannya bahagia. Begitu pula aku, Anjali. Yang akan selalu mendoakanmu dari kejauhan, agar engkau senantiasa mendapatkan anugerah-Nya dan kau selalu bahagia dimanapun kau berada. Salam hormatku kepada suamimu.
Le Gra,
Aan Loverstopia
Komentar
Posting Komentar