Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2015

Dilema itu bernama Cinta

Yang abadi hanyalah waktu. Dan satu-satunya sampah yang tak lapuk digerus jaman adalah cinta. Hingga kini ia masih terus bergentayangan menghantui hati manusia. Tak terkecuali hatiku. Anjali... Apa yang terjadi di dalam hatiku? Setiap kali kuterjemahkan apa yang bergementam dalam benak, aku gagap dan membisu. Setiap kali kucoba berdamai dan memahaminya, aku hilang kata. Anjali... Cinta mungkin telah menjelma humus di palung hatiku. Ia menumbuhkan apa saja yang berkecambah di dalam diriku. Kini aku mengandung bom waktu di rahimku. Ia bisa meledak kapan saja. Membuka rahasia kepada semesta jika ia lahir ke dunia. Anjali... Dunia kita dipenuhi paradoks. Kadang yang terbaik dari mencintaimu adalah dengan selalu merahasiakan apa yang kurasakan. Dengan membungkam apa yang ingin kukatakan. Kebohongan ini, Anjali, entah kapan akan memiliki titik akhir. Le Gra, Aan Loverstopia

Romantisme dalam tulisan diatas kertas

Pati, 30 Januari 2015 Aku bisa apa, Anjali ? Setiap kali mendengar kata surat, setiap kutulis barisan kata diatas kertas, atau setiap kucium wangi parfum kertas surat, pikiranku lepas landas mengudara dan mendapatimu di langit-langit hatiku. Apakah sebenarnya surat adalah benda terkutuk yang harus kujauhi jika itu bisa membuatku bangkit dari keterpurukan ini? Apakah sebaiknya kubakar saja tumpukan surat-surat yang terjalin ketika kita masih gemar saling berkirim surat? Ataukah inilah peranku, menjadi Oedipus dalam drama besar bernama kehidupan? Lucu sekali rasanya. Melihat kenyataan bahwa rupanya aku belum sembuh. Atau mungkin tak bisa disembuhkan. Atau bahkan tak mau disembuhkan dari luka yang disebabkan oleh tikaman sebilah pedang milikmu. Aku meragukan kemanusiaanku, Anjali. Mungkin aku sudah menjelma zombie. Mungkin aku hanya mampu hidup dari rajam luka dan dendam derita. Hingga dalam kamusku, kuterjemahkan luka sebagai manifestasi puncak dari kenikmatan. Tolong aku, Anjali.