Nada Sumbang Kehidupan
: untukmu manusia
Aku pejalan renta
tak pernah berhenti mengeja cinta
bersama bulan kuarungi angkasa
melintasi orbit di gugusan galaksi
Sebelum engkau lahir
aku telah lama bersujud
memaknai sunyi
tak ada detak selain jantungku sendiri
hingga takdir mempertemukan kita
aku dan sang waktu
menjelma orang tua bagimu
mengajarimu dengan sabar
tentang sebaris aksara menjadi kata
juga deretan bilangan dari satuan angka
kami ajari engkau
bahasa cinta
sebagai tutur kepada sesama
untuk kau semaikan di seluruh jiwa
Tapi anakku
usia telah merenggut kekuatanku
hingga kami, ruang dan waktu
lengah memperhatikanmu
tak pernah sadar
ada api di genggamanmu
menyalakan kobaran panas
lepaskan ia dari tanganmu
sebelum api membakar tubuh rapuhmu
sirnakan ia dari hatimu
kau takkan pernah sanggup menahan bara
menahan sakit atas luka yang menyiksa
Api takkan padam
sebelum puas melahap hutan di halaman belakang
membakar jiwa kerabatmu dalam pertikaian
menghabiskan apa saja yang engkau punya
Wahai anakku
mungkin hidupku tak lama lagi
bukankah usia uzur pertanda kematian di depan mata
aku dan waktu adalah fana
dapat sirna kapan saja
Maka sebelum aku kembali
kepada zat maha pencipta
berhentilah mengasah pisau
untuk menikam saudaramu
tak perlu lagi mengirimkan kecemasan pada hati yang damai
dan tubuhku
tubuhku tak kuat lagi
menahan gigitanmu
kau koyak aku dengan cakarmu
mata buasmu seakan ingin mengatakan
Jarah!
Bunuh!
Rampas!
Ambil semuanya sampai habis!
Sakit dada kami, anakku
airmata kami adalah rinai hujan serta riuh bintang jatuh
tak pernah cukup membasahi ladang gersang
dan memenuhi dahagamu
Ini adalah munajat terakhirku
sekali saja selama hidupku
buatlah kami, ruang dan waktu
kedua orang tuamu
tersenyum bahagia
sebelum kami tidur selamanya
dibawah nisan tanpa nama
Bumi Cinta, 04 April 2011
-Dear my Mother Earth, this my apology-
Aku pejalan renta
tak pernah berhenti mengeja cinta
bersama bulan kuarungi angkasa
melintasi orbit di gugusan galaksi
Sebelum engkau lahir
aku telah lama bersujud
memaknai sunyi
tak ada detak selain jantungku sendiri
hingga takdir mempertemukan kita
aku dan sang waktu
menjelma orang tua bagimu
mengajarimu dengan sabar
tentang sebaris aksara menjadi kata
juga deretan bilangan dari satuan angka
kami ajari engkau
bahasa cinta
sebagai tutur kepada sesama
untuk kau semaikan di seluruh jiwa
Tapi anakku
usia telah merenggut kekuatanku
hingga kami, ruang dan waktu
lengah memperhatikanmu
tak pernah sadar
ada api di genggamanmu
menyalakan kobaran panas
lepaskan ia dari tanganmu
sebelum api membakar tubuh rapuhmu
sirnakan ia dari hatimu
kau takkan pernah sanggup menahan bara
menahan sakit atas luka yang menyiksa
Api takkan padam
sebelum puas melahap hutan di halaman belakang
membakar jiwa kerabatmu dalam pertikaian
menghabiskan apa saja yang engkau punya
Wahai anakku
mungkin hidupku tak lama lagi
bukankah usia uzur pertanda kematian di depan mata
aku dan waktu adalah fana
dapat sirna kapan saja
Maka sebelum aku kembali
kepada zat maha pencipta
berhentilah mengasah pisau
untuk menikam saudaramu
tak perlu lagi mengirimkan kecemasan pada hati yang damai
dan tubuhku
tubuhku tak kuat lagi
menahan gigitanmu
kau koyak aku dengan cakarmu
mata buasmu seakan ingin mengatakan
Jarah!
Bunuh!
Rampas!
Ambil semuanya sampai habis!
Sakit dada kami, anakku
airmata kami adalah rinai hujan serta riuh bintang jatuh
tak pernah cukup membasahi ladang gersang
dan memenuhi dahagamu
Ini adalah munajat terakhirku
sekali saja selama hidupku
buatlah kami, ruang dan waktu
kedua orang tuamu
tersenyum bahagia
sebelum kami tidur selamanya
dibawah nisan tanpa nama
Bumi Cinta, 04 April 2011
-Dear my Mother Earth, this my apology-
Komentar
Posting Komentar